Penjual yang Aneh
Kesekian kalinya membersamai Bazar Amal Sahabat Safar. Masih tetap dan selalu menyenangkan.
Untuk yang belum tahu, Sahabat Safar sampai saat ini secara berkala menerima donasi berupa barang bekas layak pakai. Baik pakaian, sepatu, atau tas. Setelah barang-barang dipilah, kemudian akan dijual dalam Bazar Amal. Mungkin serupa pasar Monza, tapi dengan kearifan lokal 😆 Ya, barang-barang dari teman-teman donatur yang kita terima secara cuma-cuma ini dijual sekadarnya. Lima puluh ribu, dua puluh ribu, bahkan kadang di bawah lima ribuan. Pokoknya setelah Bazar, kita harapkan semua barang bisa habis bertukar dengan rupiah, tanpa perlu dibawa pulang lagi.
Walau sudah dilakukan berkali-kali, tetap saja kadang masih bingung dan bimbang juga dalam menetapkan harga. Biasanya kita akan coba mengklasifikasikan kedalam beberapa kelompok barang dan menerapkan harga maksimal juga minimum. Jadi saat pemilahan, kita sekaligus melakukan briefing kecil terkait harga. Ini adalah konsep dagang tanpa modal dan penuh keuntungan. Tidak ada target penjualan, tidak perlu perhitungkan laba, pokoknya barang bertukar jadi uang saja, sudah cukup.
"Banyak sekali ya, penjualnya?" Komentar salah seorang pembeli sambil tersenyum.
Ya, mungkin memang kalau dilihat secara kasat mata tentu tak berimbang, jumlah barang, harga jual, dengan banyaknya penjual di bazar. Toh ini kegiatan amal, yang Alhamdulillah juga menarik buat pengalaman bagi para relawan di Komunitas Sahabat Safar. Belajar menyiapkan Bazar, mencari donatur, memilah barang, berjualan, bernegosiasi dengan pembeli, menjelaskan apa itu Sahabat Safar dan banyak rupa-rupa lainnya yang bisa muncul di lapangan. Menurutku pribadi ini pengalaman menarik, maka tak jarang beberapa orang tua turut mengajak anaknya untuk membantu bazar amal Sahabat Safar.
Ada hal menarik yang sering kami diskusikan pula saat atau setelah bazar selesai, 'bagaimana menetapkan harga kepada pembeli?'
Karena kan memang tidak ada label di masing-masing barang, pun dengan tujuan akhir kita mengubah barang menjadi uang membuat harga barang tidak baku. Berbeda pembeli, bisa saja beda harga final barang. Begitupun jika berbeda yang menawarkan barang, bisa jadi berbeda pula nilai yang ditawarkan. Ini cukup menganehkan, sebab kemudian ada cerita-cerita yang melatarbelakangi nilai barang-barang kami.
Kalau aku sendiri biasanya memberi harga berdasarkan karakteristik pembeli. Melihat secara kasat mata bagaimana kemampuan beli dan kebutuhannya terhadap barang yang akan dibeli. Maka untuk tahap awal akan dibuka harga pada batas tertinggi, ya, tetap bisa di potong tipis-tipis lagi lah. Tapi kalau memang sekiranya pembeli terlihat memang membutuhkan apa yang dia temukan, pun kemampuan belinya rendah. Maka tak jarang harga bisa terjun bebas, sampai di titik 'terserah berapa saja yang berkenan diberika'. Ya, begitulah.
Memang tak akurat tentu, sekadar pandangan mata dalam menetapkan harga. Tapi begitu cara yang aku, dan kebanyakan teman-teman juga ternyata lakukan. Sama seperti nama kegiatan ini, 'Bazar Amal', maka biarkan semua berjalan tanpa perlu ada hitungan-hitungan materialistik. Barang-barang ini sampai kepada kami, yang hanya perantara ini, untuk dilanjutkan kebermanfaatannya kepada orang lain yang memang berjodoh untuk saling bertaut. Maka kami tentu tak ingin menghalang-halanginya.
Sejauh ini, Bazar jadi sumber dana utama donasi non uang yang berperan penting sebagai pemutar roda komunitas. Seiring berjalannya waktu, muncul pula ide-ide sosial preneur lainnya, yang semoga segera bisa kami eksekusi. Menjadikan Sahabat Safar mandiri secara finansial adalah mimpi besar kami. Ya, setidaknya untuk operasional dan kepanitiaan, ada dana buffer yang bisa dipergunakan. Tentu sebagai komunitas sosial kami tidak akan pernah, dan mampu untuk berdiri sendiri di atas mimpi-mimpi besar orang banyak ini.
Apa kamu pernah mengunjungi Bazar Amal Sahabat Safar?
Ikuti Instagram kami untuk dapatkan update terkait kegiatan Sahabat Safar 😁





Comments
Post a Comment