Kamuflase Kebahagiaan
Bagaimana hari-hari yang kamu jalani belakangan ini?
Di suatu
kesempatan, saya bertanya pada seorang teman mengenai korelasi antara ‘orang-orang
sholeh’ dengan pola hidup yang ‘lambat’. Sebab sering saya bertemu dan melihat,
banyak orang-orang yang saya anggap sholeh menjalani hidup yang dengan irama
yang lebih lambat dari kebanyakan orang, lebih tenang dan tidak tergesa-gesa. Poin of view-nya bukan soal penerimaan
takdir ya! Tapi lebih ke, bagaimana mereka bergerak,
melakukan aktivitas sehari-hari dalam sikap juga pola pikir.
Bukan tanpa
alasan tentu saya mempertanyakan ini. Di kehidupan kita yang serba cepat, kita
dituntut ikut berlari di dalamnya. Melakukan ini dan itu, punya ambisi seperti
ini dan begitu, semuanya dilakukan dengan cepat, bergegas, bahkan saling unjuk
diri. Banyak pencapaian-pencapaian yang kemudian ternyata malah tidak mampu
memenuhi kebahagiaan hidup. Sampai di satu titik saya merasa bahwa, semua
kecepatan dan pencapaian ini terasa kosong, tidak ada jiwanya.
Hipotesa kami kemudian,
“apakah hidup ini sebenarnya dirancang bukan untuk berlari cepat? Tapi lebih perlahan dan dinikmati?”
Diskusi kami meruncing
pada satu konsep, ‘hidup berkesadaran’. Hidup berkesadaran pada dasarnya adalah
pola kehidupan, dimana seseorang melakukan setiap tindakan dengan sadar akan
manfaatnya. Berani bertanya dan berkomitmen pada diri sendiri, apakah kita
merasa senang, nyaman, berbahagia juga penting
melakukan sesuatu? Mengambil keputusan dengan penuh pertimbangan secara sadar.
Tentu dalam islam ini akan lebih mudah, sebab sudah jelas aturan berkehidupan serta
garis batas dibuat di dalamnya.
Kehidupan
seperti ini kemudian membuat seseorang tidak mudah terdistraksi dengan
pandangan orang lain dalam mengambil keputusan, tidak terpengaruh dengan tren
atau hal-hal lain di luar dirinya. Sebab semua kembali pada
pertanyaan-pertanyaan kepada diri, apakah dirimu membutuhkanya? Apakah ada
manfaatnya? Apakah membuat kamu bahagia?
Ada yang
mengumpamakan hidup berkesadaran ini ibarat kita berangkat ke bandara, sudah
pegang tiket dengan tempat tujuan yang dimaksud. Tahu akan berangkat jam berapa
dan naik pesawat mana, membawa koper dengan kebutuhan sesuai aktivitas di
tempat tujuan. Jelas, pasti dan sadar. Inilah cara paling alami bagi diri kita
untuk kemudian merasa berbahagia.
Hidup
berkesadaran ini yang membuat gerak seolah menjadi lebih lambat. Padahal
poinnya adalah bergerak dengan khidmat, menimbang dan tidak terburu-buru.
Secara sadar bertindak, tidak sekedar mengikuti nafsu atau ego. Sungguh nikmat
hidup atas dasar keyakinan penuh dalam bertindak. Dimana hati dan pikiran
selalu bersinergi.
Kadang mereka
yang Sholeh, sering terlihat masa bodo dengan
lingkungannya atau pada banyak hal yang menjadi perhatian orang-orang. Tapi
sebenarnya ini bukan berarti acuh tak acuh dengan kondisi sosial sekitarnya,
justru masa bodo dengan distraksi mengganggu
yang dapat mengalihkan diri dari gagasan besar tujuan keidupan yang sejati. Kembali
pada fitrahnya, ya, bertanggungjawab penuh atas kesempatan hidup yang akan
dipertanggungjawabkan nantinya ini.
Diskusi kami
lewat pesan whatsupp ini semakin
seru. Sebab akhirnya saya juga harus berselancar di dunia maya mencari
informasi terkait upaya menemukan kebahagiaan dalam hidup. Ya, kita hidup
sekali, dan waktu punya hukum yang pasti. Bergerak tanpa henti, meninggalkan
yang lalu dibelakang dan membentang ketidak pastian di masa depan. Tentu kita
harus menjalaninya dengan sungguh-sungguh sampai ujung waktu.
Dari beberapa referensi yang saya temukan, setidaknya ada tiga hal dasar yang dapat memberikan kebahagiaan dalam hidup :
1. Memperlambat gerak
Semakin
cepatnya kita bergerak, berpikir dan bertindak, juga membuat rohani dan jasmani
kita cepat lelah. Akibatnya, kita cepat marah, cepat kesal, cepat menyimpulkan.
Coba atur lagi pola gerak kita, perlambat gerakan tubuh, perlambat pernapasan,
perlambat kata-kata yang kita ucapkan, perlambat semuanya dari kecepatan normal
yang biasa kita lakukan. Saya sudah mencoba melakukannya, dan its work!
Tentu kita tidak bisa melakukannya sepanjang waktu. Setidaknya coba lakukan ini sebagai terapi dalam kurun waktu tententu. Kamu akan melihat dunia yang berbeda
2. Hadir di sini, saat ini dan kini
Berusaha
untuk hadir dengan sungguh dan penuh kesadaran pada setiap aktivitas yang kita
lakukan. Seberapa penuh kita curahkan energi kita saat berkumpul dengan sahabat
atau keluarga? Masih seringkah kita kemudian sibuk dengan ponsel. Atau saat
sedang beristirahat kita malah kemudian khawatir dengan masa depan dan
pencapian yang belum tercapai di tahun ini!
Ayo
hadir di sini, saat ini dan kini untuk semua momen yang ada. Tak perlu kecewa
dengan masa lalu yang telah lewat atau khawatir pada masa depan yang belum
terjadi. Kita hanya perlu berusaha dan melakukan yang terbaik, saat ini. Fokus
pada masa kini dimana waktu hadir spesial untukmu.
Hidup
dengan sedikit barang, tentu ungkapan sedikit barang sedikit stress adalah
ungkapan yang tidak asing lagi untuk kita. Ini benar. Pernah tahu bagaimana
Mark Zuckerberg, pendiri FB memakai baju yang sama di banyak kesempatan? Ya,
itu upaya mengendalikan stress, meminimalisisr terbuangnya waktu sekedar
memilih pakaian atau mengikuti tran mode terkini, juga yang pasti dapat
menimbulkan rasa tenang dan damai.
Hidup minimalis saat ini semakin populer di masyarakat modern. Tidak Cuma terkait barang, pola ini berlaku dalam tindakan. Menyederhanakan pikiran, keputusan dan hal-hal yang dilakukan dalam hidup.
Tentu kesemua
ini berlaku kontekstual, dan tidak baku. Semua dari kita bisa punya cara
menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena kebahagiaan adalah kebutuhan pokok
dalam kehidupan, maka jadi penting untuk kita dapat menemukan kebahagiaan hidup
yang sesungguhnya, bukan sekedar kamuflase yang menawan. Bergerak melawan gaya
hiduap dengan standarisasi media sosial yang tidak masuk akal, dengan tuntunan agama tentunya. Sebab,


Comments
Post a Comment