Waspada Narkolema Pada Anak

Dua tahun pandemi, bagaimana kabar anak-anak yang saat ini semakin dekat dengan gadgetnya? Akses ke dunia Maya semakin luas dengan dalih sekolah daring, belum lagi semarak game online yang juga membuat candu, dengan karakter-karakter di dalamnya yang berpenampilan seksi dan aduhai. Hati-hati NARKOLEMA, Narkotika Lewat Mata yang juga semakin mengancam.

Pada tahun 2011 diambil sampel dari delapan provinsi anak-anak sekolah dasar kelas 3 sampai kelas 6 SD, sekitar 1600 anak ternyata 90% sudah terpapar pornografi. Tahun 2016, survei dari Deputi Perlindungan Anak yang melakukan pengamatan selamat dua bulan, ada 63.066 anak terpapar pornografi, mereka mengakses video tak senonoh 20-30 kali. Lalu bagaimana kondisi terkini saat pandemi ini? 

Digitalisasi saat pandemi secara gagap diterima oleh kebanyakan dari kita, orang tua, guru juga anak-anak. Tuntutan pembelajaran daring memberikan keluasan anak-anak bersama gadgetnya, belum lagi ketidak mampuan mengelola waktu yang membuat orang tua kewalahan mengarahkan anak-anak setiap jamnya di rumah, yang biasanya beraktivitas ada di sekolah. Dari teman-teman yang notabene sebagai pengajarpun, keluhan terkait perubahan perilaku dan sikap anak didik juga terjadi sangat signifikan selama sekolah daring ini. 

Apa sebenarnya bahaya pornografi bagi manusia? Selayaknya kecanduan obat-obatan, pornografi juga menyerang otak, tepatnya Pre-Frontal Cortex (PFC). PFC memang cenderung rapuh dan mudah rusak karena benturan fisik, trauma atau narkoba dan narkolema. Fungsi PFC sangat penting, serupa manager otak, PFC adalah pusat logika, membantu untuk mengenali hak baik dan buruk, membentuk konsentrasi, juga tempat empati. PFC hanya ada pada manusia, tidak pada hewan. Maka jika PFC rusak, manusia tak ubahnya hewan yang berpakaian. 

Inilah pangkal perkara kenapa saat ini berita pencabulan yang sering kita dengar malah dilakukan oleh orang terdekat korban. Ayah terhadap anak, kakek dan cucunya, atau pamannya sendiri. Miris, karena otak penderita narkolema memang sudah rusak. Mereka sudah tidak dapat lagi menimbang baik dan buruk, tidak bermoral. 

Anak-anak punya rasa penasaran tinggi, juga labil dan senang dengan tantangan. Kesemua ini perlu diarahkan pada hal positif, jika tidak, maka dengan mudah hal-hal buruk mengambil alih kehidupan mereka. Maka jadi penting peran kita semua untuk menyelamatkan generasi muda bangsa dari susupan narkolema di media sosial. Sebagai orang tua, kakak, keluar, lingkungan, selayaknya kita juga perlu mengambil peran. Untuk peka kemudian hadir dalam kehidupan anak-anak ini dan mengajarkan cara mengisi kehidupan yang kaya makna, lebih bermanfaat. 

Bersusah payah para guru menjalankan tugasnya mendidik murid-muridnya di sekolah, dengan waktu dan ruang terbatas tentu tak sebanding dengan luasnya gerak anak saat ini, terlebih akses terbuka tanpa batas dengan internet. Sekali anak kecanduan narkolema, maka setiap hari mereka akan terus mencoba mencari kepuasan dengan meningkatkan level penasarannya. Tentu tak ingin kita bayangkan kemudian apa yang bisa terjadi. 

Lingkungan kita menjadi tidak aman, rasa khawatir ada di sekolah, di rumah, di tempat-tempat umum. Sebab penderita narkolema bisa saja ada di sana, mengamati dan menunggu waktu yang tepat menjalankan aksinya.

Sudah cukup kita melihat pemberitaan tentang pelecehan seksual yang semakin dekat dengan lingkungan kita. Maka bukan hanya sebagai orang tua, peran kita sebagai individu, bagian dari masyarakat dan negara ini teramat penting untuk dapat memutuskan perkembangan narkolema ini. 

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Mengenalkan pada anak sejak dini sebanyak-banyaknya kegiatan bermanfaat dan menarik di luar gadget. Aktivis olahraga, kesenian, juga akademik bisa menjadi pilihan. Orang tua juga harus memberikan waktu berkualitas untuk anak-anak, agar dapat dengan mudah ditemu kenali gejala penyimpangan. Memberikan pendidikan sedini mungkin tentang bahaya narkolema juga penting, sebab rasa penasaran anak harus disertai ilmu agar tidak menjadi jalan mencoba ini dan itu tanpa paham resikonya, dan tentu juga mempu menggunakan media sosial sebagai support produktivitas anak. Sebagai masyarakat dan bagian sosial masyarakat, kita juga dapat menjadi pengawas anak-anak sekitar kita, atau memberikan ruang kreativitas sesuai bidang keahlian yang dimiliki. 

Kapan pandemi berakhir? Meskipun sudah semakin melonggar pembatasan kegiatan masyarakat saat ini, tapi digitalisasi global sudah membuka pintunya lebar-lebar, kita semua harus selalu siap terhadap dua sisi teknologi ini.


Comments

Post a Comment

Popular Posts