Mieso untuk Ayah

Siang tadi, mampir makan mieso legendaris Takengon, Samalero. Asli rasa gurih manis miesonya juara, unik dan khas sekali. Hehehe, maaf. Bukan maksud membuat kamu jadi kepingin, karena cerita kali ini bukan tentang betapa tempat ini menjadi tempat yang tak pernah sepi sepanjang waktu. Bahkan di jam-jam tertentu, banyak orang yang rela mengantri untuk menunggu bangku kosong di sana. Legendaris karena katanya sudah sejak 1.983 lalu masih terjaga kualitas rasanya.

Ini cerita lain. Aku sedang menikmati kerupuk kulit yang sudah becek bersama kuah miesop, tiba-tiba terikat pandang pada gadis kecil yang duduk di meja depan sana. Dia bersama ayahnya, anak perempuan berambut cepak, bergelombang, dengan jaket kebesaran. Menunggu mangkuk miesonya sampai sambil mengamati sekitar. 

Matanya tertarik pada sudut-sudut ruang yang sudah mulai lengang. Mengamati orang-orang, pekerja yang lalu lalang membereskan sisa piring kotor di meja dan sesekali beradu pandang denganku. Oh, kamu dek, mengingatkanku pada waktu dimana aku juga biasa dibawa ayah pergi makan mieso, kurang lebih seusiamu. Kami punya langganan mieso sendiri, di pasar inpres. Jika ayah datang bersamaku, sipenjual pasti sudah tahu pesanan kami,

"satu porsi penuh, satu lagi setengah ya, Uni."

Selalu begitu, aku masih kecil dan cukup dengan setengah porsi mieso orang dewasa. Ayah biasanya akan meracik paduan saos, kecap, cuka di mangkukku, menyicipinya dan berkata, 'pas'. Baru kemudian aku makan dan dia mulai sibuk dengan mangkuknya. Bercakap-cakap sedikit dengan si penjual, Nek Er yang biasa ditemani anaknya, sampai mieso dalam piring tandas.

Ini rutinitas yang selalu kutunggu, biasanya di akhir pekan kami ke sana. Mamak jarang mau ikut, lebih senang minta dibungkus karena pekerjaan rumah yang tak pernah benar-benar selesai dikerjakan. Sekarang Nek Er sudah tiada, anak yang biasa membantunya juga tidak meneruskan usahanya. Sudah lama sekali, tempat Nek Er berjualan pun sekarang sudah jadi pasar modern. 

Pasti menyenangkan sekali ya dek, pergi dengan ayah, sebab dengan mamak biasanya banyak aturan dan batasan. Ayah selalu berbeda, suka hal-hal baru dan senang melihat anaknya menantang diri. Tidak boleh takut, tidak malu-malu, bahkan kadang dia lupa bahwa anaknya perempuan. 

Pernyataan terakhir keluar karena aku gemes dengan rambut pendekmu dek, juga gaya berpakaian itu, bagaimana anak perempuan boleh berpakaian seperti itu? Tentu karena izin ayah, benar kan!

Ayah memang hebat. Aku senang bisa menghabiskan banyak waktu di masa kecilku dengannya, semoga kamu juga menikmatinya. Anak perempuan baik dekat dengan ayahnya, agar tahu dia kemana tempatnya lari dan berlindung. Dari ayah juga anak perempuan belajar menjadi kuat dan berani. 

Ah, mungkin baiknya kubawakan mieso ini untuk ayah di rumah, juga untuk mamak tentu. Mereka pasti senang.



Comments

Post a Comment

Popular Posts