Waktu yang tepat
Aku yang masih terus khawatir untuk sebuah rasa, dalam pencarian panjang yang tak pernah kukira akan menjadikan diri serapuh ini. Tiap kata kini hanya sampai di balik pintu, sebab sudah kututup sejak lama rumah untuk remeh-temeh urusan rasa yang bukan kucari. Apa sebab itu, kemudian menjadi batu segumpal darah yang seharusnya terus berdenyut ini?
Dia yang tak mampu memberi, selayaknya tidak pantas menerima. Maka menjadi layak, sebenarnya juga penting, agar rasa-rasa yang sampai bisa berbalas dan berikan dampak yang lebih besar untuk diri.
Sawah membentang, kemuning di tapas yang mengering, menyisakan batang padi lepas panen. Kabut masih menggantung di bukit-bukit. Burung-burung berkicau, disahut Kokok ayam. Bumi Allah yang luas, warna-warni seluas mata memandang. Hidup yang selama ini tersekat oleh satu fokus, sejatinya haruslah paham diri bahwa hanya Allah yang punya kuasa akan takdir.
Begitu banyak rasa yang datang lewat berbagai situasi, dibawa orang-orang, di lepaskan oleh alam, dibentuk keadaan. Menyedihkan sekali jika aku mengabaikannya hanya untuk satu rasa yang memang belum saatnya kuterima. Bukankah Allah selalu ajarkan untuk bersyukur. Menerima yang sedikit untuk kemudian menjadi pantas menerima yang lebih besar. Karena ini soal amanah, akan lebih baik mungkin, menerimanya pada waktu yang tepat.



Jangan khawatir
ReplyDeleteJangan terlalu khawatir,
DeleteDibawa orang2, dilepaskan oleh alam, dibentuk oleh keadaan. Kalimatnya mantulll
ReplyDeleteKamu tertarik pada kalimat yang menarik 😀
Delete