Mentor
Sabtu sore, sudah lama tidak bertemu tim auditor. Orang-orang berkompeten dari kantor pusat. Dag, Dig, dug selalu. Padahal jelas tugas dan fungsi audit adalah memperbaiki kesalahan untuk kemudian diluruskan sebagai bentuk evaluasi sistem. Tapi ya, tetap saja momok menakutkan tim auditor selalu terkesan 'Killer' dan 'horror'. Bolehkah tim auditor jadi lebih lembut dan penuh senyum. Biar kami semua juga dengan lapang menerima kedatanmu. Hufg.
Tapi bukan itu yang menarik perhatianku saat ini. Sebab sudah terlalu biasa, seperti apapun bentuknya tim auditor yang datang, sudah bebal senyum ini untuk terus mengembang walau getir. Kita selesaikan dengan cepat saya ya Pak.
Bertemu seseorang seringkali membuka kembali memori tentang orang-orang yang pernah ada dalam perjalanan kita. Mentor, kali ini aku mengingat kembali dia yang mengajarkan banyak hal di dunia kerja ini. Lama sekali, tapi masih terkesan. Dia yang santai, bersemangat dan antusias. Berkelas dalam sikap dan ucap, tapi juga sangat cair dalam pembawaan. Kaos oblong, jeans, dan sepatu kets, setelan favoritnya. Kadang berganti kemeja untuk aktivitas formal juga.
Hal terbaik dari bersama dengan seorang mentor adalah bekerja sekaligus belajar, bukan hanya sekedar dipimpin. Bagaimana menjadi seseorang yang disegani tapi juga mengagumkan. Ada ruang profesional dan ruang-ruang personal yang bisa dibagi setiap waktu. Dia yang terbaik. Rasanya semua orang merasa nyaman didekatnya. Tegas saja memberikan arahan dan tugas, tapi begitu hangat saat berdiskusi dan cerdas memberi solusi. Kagum aku padanya sejak pertama pertemuan kita di ruang wawancara.
Pukul dua siang aku sudah standby di kantor untuk menanti waktu wawancara. Lebih banyak laki-laki di sana, dan aku cuek saja. Berpenampilan secukupnya, sebab aku tahu jelas bagian yang kulamar. Sebagai perempuan satu-satunya, sebab aku tak lihat perempuan lain di sana. Aku cukup percaya diri. Satu dari dua posisi yang di buka saat itu, aku mengincar salah satunya.
Dalam hidup kita butuh kesempatan, benar. Dan teramat bersyukur aku di hari itu, kamu berikan kesempatan Pak. Proses tanya jawab yang berlangsung menyenangkan, lamunragu beberapa hal, dan aku meyakinkannya dengan menggebu. Apa sih yang tidak bisa diupayakan di dunia ini. Kamu akan menyesal pak jika tidak menerima aku dengan sederet pengalaman lapangan di kertas CV. Oh, sombong sekali waktu itu, sampai saat kelemahan yang tak terelakkan.
"Kamu punya SIM?" oh, sudahlah pasti aku tidak punya. Aku menggeleng. Kamu berdehem, sebelum melanjutkan pertanyaan berikutnya.
"Bisa bawa motor kan?" Ya ampun, kenapa mesti motor. Tentu alasanku sejauh ini tidak punya SIM sebab aku tidak bisa bawa motor. Itu adalah kelemahan paling memalukan yang kupunya dan berhasil ditemukan dengan baik.
Wajahmu terlihat bimbang. Aku semakin tersudut. Sejenak menarik napas dan membiarkan oksigen mengisi kembali otak, mengatur kata dan menyiapkan amunisi kembali.
"Tapi saya berpengalaman bekerja di lapangan dengan tim Pak. Saya rasa saya mampu mengatasinya." Jawaban yang berat diterima. Mungkin sebagian artinya ya, 'saya bisa menumpang dengan teman lainnya'. Akupun tertawa sendiri pada diriku.
Mungkin seharusnya aku sudah belajar lebih cepat. Semenjak kuliah sebenarnya aku sudah diajarkan mengendarai motor, api aku masih tali dan ragu. Jadi pelajaran berhenti ditengah jalan, dan aku masih teramat nyaman di antar kesana-kemari. Aku yang salah.
"Satu bulan, saya kasih kamu kesempatan satu bulan untuk bisa bawa motor sendiri. Bagaimana?" Aku menyeringai kaku, kamu sepertinya berharap banyak padaku, Pak. Sedangkan aku malah ragu pada diri sebab perkara motor ini. Deal, aku menerimanya.
Secuil memori, datang bagai angin segar disela kerepotan penyiapan berkas yang diminta auditor. Sudah cukup jauh ternyata waktu meninggalkan momen itu. Kemudian begitu banyak pelajaran hidup di dunia kerja khusus yang datang menghampiri. Beberapa diantaranya kadang tidak menyenangkan, tapi proses belajar harus berjalan. Teringat tentu, saat berada dalam posisi canggung menggantikan posisi seseorang, sedang kemudian aku dan dia masih berada diruang kerja yang sama. Tiap detiknya seakan berjalan begitu lamban, kaku dan bikin suasana panas terus. Tidak nyaman sama sekali, tapi seperti itulah kehidupan. Dalam ketidaknyamanan kita semakin banyak belajar. Pun peluang untuk menjadi orang baik atau sebaliknya.
Dia bilang, Seorang leader haruslah berani mengambil keputusan, bahkan diatas desakan waktu dan pilihan sulit. Salah dan benar kemudian hanyalah soal hasil yang harus dipertanggungjawabkan. Benar, aku sedang belajar, dan ditempah. Obat memang cenderung pahit, tapi hasilnya selalu manis.
Mentor terbaik adalah dia yang bersedia memberikan kesempatan, menumbuhkan kepercayaan dan memaksimalkan potensi. Bukan orang yang sama yang ada di depanku saat ini, memang. Tapi terimakasih Pak, telah mengingatkan, ada satu lagi orang yang akan selalu dikenang jasanya dalam hidup ini. Dimanapun dia berada saat ini, aku mendoakannya dengan setiap kebaikan. Terimakasih untuk ilmu dan pembelajaran yang berkesan.


Comments
Post a Comment