Lembaran Jejak Sendu Senja
Hal menarik untuk seseorang tentu tak pasti sama dengan orang lainnya. Kemenarikan bisa jadi hanya sebuah sudut pandang. Jika bagiku kemenarikan adalah berjalan menelusuri tempat-tempat baru dan bertemu dengan orang-orang baru, maka kau pun bisa bilang bahwa menarik itu adalah duduk menikmati secangkit kopi dan mengulas rindu tentang seseorang di sana. Bebas, ini bukan tentang kesatuan arti. Ini tentang sebuah kenyamanan yang kau rasakan, "apa kau masih ingat pernah mengatakannya?"
"Dalam perjalanan panjang melewati hari demi hari yang biasa saja, tentu bagi kami tak lagi menjadi menarik jika hanya sekedar tinggal di dataran tinggi, menikmati kabut di antara bukit dan Bur kelieten. Kesemuanya telah menjadi sesuatu yang terlewat biasa saja untuk dikisahkan. Jikapun bisa memilih, tentu aku ingin menjadi kau yang di sana. Berjalan melintasi tempat-tempat baru dan bertemu orang-orang baru dengan warna kulit yang tak sama dengan kita."
Sungguh kejam sekali kurasa apa kau lakukan padaku, menulis kabar dan berkisah tentang kota yang kau rindu. Ya, hanya kau yang merindu tempat ini ternyata. Kami tidak lagi. Tapi aku tetap tak puya daya menolaknya. "selalu jadi bagian menarik saat kau mengungkapkannya"
"Masih seperti dulu, kampungmu meski tak lagi sedingin dulu. Tetaplah menikmati senja dengan segelas kopi adalah hal terbaik. Hujan sepanjang hari menghambat kami memetik biji-biji arabika yang memerah. Sudah sangat matang, maka jika dibiarkan beberapa hari lagi mungkin akan berjatuhan dan akan semakin sulit memilahkan di antara biji-biji yang bertaburan di bawah batang kopi yang rimbun. Basah, kotor, bau. Ah, siapa yang akan peduli, berteduk di Jamur, menikmati kopi yang mengepul dan menghangatkan tubuh di perapian; Muniru masih jadi bagian terbaik hari ini. Lamat ku nikmati tiap tegukannya, tersenyum melihat tiga karung penuh berisi biji kopi siap di jual besok pagi"
Karenamu, jarak tak lagi jadi batas memandang tempat yang terselip di setiap bait rindu. Waktu tak lagi hanya sebuah penantian yang kosong. Aku selalu merasa ikut berada di sana bersama kisah yang kau sampaikan.
"Hari ini, seorang investor Jepang datang dan memintaku menjadi pemandu mereka selama di sini. Mereka bilang sangat tertarik dengan tanah surga ini, banyak potensi yang mereka ingin kelola. Kadang bagiku, apa yang mereka katakan tak masuk akal. Surga bagian mana yang mereka mimpikan ingin di bangun di sini? Tidak masuk akal seperti mimpi-mimpi yang kau jabarkan dulu."
"Aku tidak pernah bisa percaya bagaimana orang-orang secara tiba-tiba menjadi begitu tertarik dengan tempat ini. Mereka datang dengan mimpi-mimpi asing. Satu hal yang mampu ku pahami adalah janji yang mereka tawarkan tentang kehidupan yang lebih baik"
"Hi, nun yang jauh di sana. Maaf aku yang tak lagi mampu berkisah tentang keseharian ku yang biasa saja. Hari-hari belakangan menjadi semakin berat,aku mendengar potongan kalimat yang tak lagi membahagian dari pendatang asing yang menyebut bumi surga ini tempat yang indah. Kisah-kisah mereka menjadi memuakkan saat ada kata monopoli di sana. bukankah kau bilang monopoli itu buruk. Hanya menguntungkan bagi pemegang kuasa, bisakah kau ceritakan lebih jelas kepadaku tentang itu? tentang hal buruk yang mungkin terjadi pada tempat ini??
Lima tahun lalu, saat tiap kabar mu menjadi sebuah tahap yang mendebarkan tentang kampun ku yang semakin menghawatirkan. Seperti kabar mu yang turut merisaukan hati. Rekaman jejak tentang kenangan yang menyulam luka. Perih.


Comments
Post a Comment