Orianna Putri: Peduli Lingkunan Sejak Dini

Jika yang lain terlihat menenteng botol minuman, maka gadis kecil itu malah menenteng kantong plastik pada kedua tangannya. Segores senyum terukir di wajah polos itu, malu-malu dia menyerahkan dua kantong plastik penuh sampah kepada penjaga pos, meminta ditukarkan dengan air mineral.

Ini hari minggu, maka tak heran jika sejak pagi tempat parkir menuju puncak sudah dipadati kendaraan. Kami memilih berangkat lebih pagi, mencoba menghindari jilatan matahari selama melakukan tracking. Sebelum dzuhur, kami sudah dapat menikmati sejuknya hembusan angin di puncak yang paling dicari penggiat selfie saat ini, Lancuk Leweng. Tepatnya di kampung Asir-asir Atas, Takengon, Aceh Tengah.

Cukup lama kami menghabiskan waktu menikmati pemandangan kota Takengon dari ketinggian 1.608 mdpl. Menyeruput kopi sambil membahas apa saja yang ada di kepala. Tak ada lelah pada wajah gadis berkulit hitam manis itu, ikut menikmati belaian angin di antara padang ilalang. Mencomot beberapa kue dan sibuk memperhatikan sekitar.

Pukul dua siang, kami memutuskan untuk turun. Khawatir akan hujan yang biasa mengguyur sepanjang sore seperti beberapa hari belakangan ini. Salah satu kebahagiaan turun adalah beban di pundak yang tadinya berisi makanan sudah berpindah ke perut masing-masig orangnya. Jadi perjalanan turunpun bisa dinikmati lebih leluasa. Menikmati perjalanan tentu adalah cara mengalihkan lelah yang paling ampuh. Sudah pasti, sungguh perjalanan trackhing kurang lebih satu setengah jam ini menguras tenaga, apalagi bagi Orin. Gadis kecil berusia enam tahun.

Orianna Putri, nama lengkapnya. Saat ini Orin bersekolah di SDIT Al-Manar, siswa baru di tahun ajaran baru ini. Jika orang-orang menikmati perjalanan dengan bercerita, menghabiskan tiap tetes air dari botol minuman bawaannya. Maka Orin memilih menikmati perjalanan pulangnya dengan mengumpulkan sampah plastik. Dengan cekatan dia memungut sampah yang terlihat oleh mata kecilnya. Memastikan Amy (panggilan sayang untuk ibunya) juga turut melakukan hal yang sama dengannya, jangan ada sampah yang terlewat.  Sampat demi sampah memenuhi plastik bawaannya, senyumanpun merekah memperlihatkan deretan gigi susu yang mulai keropos.

Aku heran, bagaimana anak sekecil ini bisa mengesampingkan ketidaknyamanannya untuk peduli terhadap sampah yang sebenarnya bukan menjadi tanggungjawabnya sama sekali.

“sebenarnya bagi saya, setiap perjalanan tentu harus ada manfaatnya. Khusus untuk putri kecilku ini memang sudah saya biasakan peduli lingkungan sejak dini. Membangun kesadaran bahwa menyampah itu adalah prilaku buruk, dan membiasakan gak enak, gak indah kalau melihat sampah”

Ini adalah jawaban sang Amy ketika ditanya tentang caranya memdidik Orin untuk peduli lingkungan. Tentu mencontohkan perbuatan baik adalah hal bendasar selain memberikan pemahama. Maka segala sesuatunya harus dilakukan oleh orang tua telebih dahulu, kemudian anak melihat dan mulai meniru kebiasaan-kebiasaan orang tuanya. Dan pasti semua itu tidak mudah, butuh proses dan kesabaran di dalamnya.

Empat kantong plastik ukuran sedang penuh dengan sampah yang dibuang oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab. Diumpulkan dengan ikhlas oleh seorang anak kecil disela langkah letihnya meninggalkan puncak Lancuk Leweng. Orin kemudian memberikan sampah-sampah yang ia kumpulkan kepada petugas di pos penjaga untuk dibuang ketempat pengumpulan sampah. Sebagai gantinya Orin diberikan air mineral, dan itu cukup membuatnya bahagia. Senyuman manis kembali terukir diwajah mungil dalam balutan jilbab coklat itu.

Amynya Orin sudah berhasil membuat perjalanan Orin bermanfaat. Mengajarkan pemahaman-pemahaman berarti tentang hidup dan pentingnya kepedulian atas alam sebagai sumber kehidupan manusia. Jika anak kecil saja bisa peduli dengan sampah, orang yang lebih besar seharusnya bisa lebih paham dan peduli, bukan begitu???




Comments

Popular Posts