Wajah Oranye
Langitnya oranye, merekah,
malu-malu. Menyusup pada senja yang seakan enggan meninggalkan hari. Aku suka
langit sore karena dia seperti saputanganku, berwarna oranye. Seperti selimut
tidurku, dan selimut bayiku dulu yang juga berwarna oranye. Seperti ransel yang
selalu ku bawa, dan seperti wajah ibu yang entah mengapa menurut ku juga
terlihat oranye. Seperti daging buah mangga yang segar. Aku suka semuanya.
Senja kali ini benar-benar
menggodaku, menumpahkan keistimewaannya. Setelah lama tak melihat senyum oranye
itu, kali ini ntah mengapa aku seakan dapat merasakannya, lagi. Sedang
tersenyum, sangat manis, mengalahkan manis jus mangga yang ada di meja kami.
Baiklah, sepertinya harus ku akui
bahwa kamu adalah seseorang berwajah oranye selanjutnya setelah ibu. Kamu
adalah oranye yang ada didekatku dan mampu menggeser keberadaan oranye-oranye
lainnya. Kamu adalah oranye yang ingin aku simpan rapih di meja kerjaku, atau
didalam dompet mungkin. Agar aku bisa membawanya setiap hari.
Terdengar begitu egoiskah??
Tapi aku memang ingin, sebegitu
ingin sampai tak rela untuk berbagi.
Aku tak perduli lagi dengan
langit senja, dengan buah mangga, dengan benda-benda oranye ku. Karena semua
sudah ada di kamu, dalam senyum itu, dalam lembut sapamu. Bagaimana bisa ini
terjadi??? Entahlah, mungkin kamu adalah pesulap yang datang dan telah
menghipnotisku. 
Harus ku akui, kesalahan terbesar
ku adalah, membuatmu tahu bahwa aku menyukai warna Oranye. Tidak juga,
sepertinya aku tak pernah memberitahu!!!!
Ok, kamu memang pesulap yang
datang tiba-tiba dan berhasil tahu tentang rahasia besarku dengan warna,
Oranye.



Comments
Post a Comment