Didong Gayo
foto: Ilustrasi |
Malam yang semakin larut, namun tepukan demi tepukan tangan terdengar semakin bersemangat. Sesekali terdengar cibiran ringan dari group yang satu terhadap lawan didongnya (didong Jalu), sontak menimbulkan tawa dari para penontong. Tak sadar kepala ku mulai menganguk mencoba mengikuti irama musik yang berdetak cepat.
Didong merupakan salah satu kesenian tradisional Gayo yang dimainkan dengan memadukan suara tepukan tangan dan nyanyian. Suara-suara yang dihasilkan dari tepukan tangan dijadikan sebagai musik pengiring nyanyian seorang ceh (penyanyi). Adapun isi nyanyian yang disampaikan biasanya berupa kata-kata amanat, yang kemudian disesuaikan dengan tujuan didong tersebut; pada acara khitanan, perkawinan, hiburan dan lain-lain, juga diselingi dengan sindiran dan candaan yang menghibur.
Hal menarik dari sini adalah, keberadaan seorang pemberi amanat sebelum dimulainya didong. Biasanya akan ada tetua yang terlebih dahulu memberikan wejangan kepada penonton dan pemain untuk tetap menjaga keamanan dan sumang (aturan yang menyangkut moral dan etika) yang ada. Ini dikarenakan didong biasanya dimulai pada malam hari sehabis isya sampai dengan menjelang masuknya waktu subuh.
Ketukan-ketukan tangan yang dihasilkan dari perpaduan tangan kosong dan tambahan bantal penepuk terdengar sangat etnik. Memberikan gambaran tentang besarnya nilai seni yang dimiliki masyarakat Gayo, sehingga mampu mengolah semua itu menjadi sebuah pertunjukkan yang menarik.
Bagai bara api yang menyala, irama didong seakan mampu mengusir dinginnya malam. Menenggelamkan kantuk bersama waktu yang ditelan gelapnya malam.
Comments
Post a Comment