Energi Rasa

Di kesempatan ini, aku yang tak pandai mengungkapkan rasa ditanya pula perihal rasa. Bukan hendak berbohong, aku jujur, bahwa tak mampu ku ungkap dengan kata rasa yang tercipta di hati. Kali ini aku benar-benar tak punya padanan untuk membahasakannya.

Kataku, rasa juga serupa energi, seharusnya dapat dirasa, tak cuma tersurat. Kupikir aku bisa merasakannya, bahwa aku sedang terus melatih diri semakin peka merasakannya. Jadi kali ini, saat tak mampu ku ungkapkan rasa ini, bolehkah aku meminta kamu untuk rela merasakan energinya? 

Meski mungkin tak sejelas suara, tapi aku pastikan, akan ada yang sampai dan menyentuhmu. Sebab aku telah mengirimkannya. 'Sedari tadi, sejak mata kita bertemu dan keheningan memenuhi suasana. Saat kamu memulai pembicaraan canggung dengan bola mata yang mencari-cari tujuannya. Pun ketika telapak tanganmu yang besar menenggelamkan tanganku di dalamnya, menciptakan sengatan listrik yang menggeliat di sekujur tubuh. Aku tak pernah berhenti melepaskan energi dari rasa itu. Bahkan semakin besar, dalam dan membuncah.'

Kedua alis matamu bertaut, menganalisa perkataanku. Kamu terkekeh sejenak, lalu dengan cepat menarik senyuman itu. Mungkin sebab ekspresi wajahku yang masih tak berubah. Berharap kamu mengerti dan percaya bahwa energi ini, memang sedari tadi telah menyelimuti ruangan kita yang kaku. Sesulit mempercayai kalimat yang di dengar, kamu membalas tatapan seriusku dengan anggukan, mencoba memberi paham. Menerima bahwa ada energi yang sampai padamu, walau mungkin tak berdampak banyak. 




Tak apa. Bagiku, kamu percaya dan mencoba menerimanya saja sudah lebih dari cukup. 

Setelahlnya kita mulai mencoba menemani bulan dengan upaya kita masing-masing menyelaraskan rasa dan energi. Malam yang panjang dalam episode-episode yang semoga akan panjang pula. Tidak perlu buru-buru, aku tak senang tergesa-gesa.

Comments

Popular Posts