Bagaimana rasanya menjadi seorang istri?
Bangun pagi, ngeliat ada orang lain di samping itu sesuatu. Apalagi orang yang kamu letakkan rasa hormat dan patuh padanya. Seorang suami, imam dalam rumah tangga.
![]() |
Pic : Pinterest |
Kadang masih suka terkesima mandang wajah suami, bukan hanya karena gantengnya (buset ini mah katanya diri sendiri aja ya 😂), tapi lebih bersebab menghitmati kehidupan yang akan di jalani bersamanya. Laki-laki yang bertanggungjawab atas aku juga anak-anakku, surga dan neraka taruhannya. Kalau sudah begini selalu pingin peluk dan cium kuat-kuat, berharap bisa jadi penguat pula untuknya.
270 hari menjadi seorang istri, bagaimana rasanya?
W.O.W. Meski belum seberapa dibanding perempuan lain yang sudah melewati ribuan musim menjalani peran ini, tapi dalam proses menggenapi 12 purnama, sungguh telah begitu banya perubahan terjadi. Kadang masih terkejut dengan berbagai kenyataan, yang walaupun sudah diprediksi sebelumnya. Toh, teori dan praktek memang jelas berbeda. Ada penyesuaian secara lahir dan batin yang kuakui, pun, sampai hari ini masih belum selesai. Masih mencoba menyelaraskan peran ini dengan banyak simpul yang berkait di dalamnya.
Di posisi ini aku seolah menemukan jawaban atas pertanyaan yang selama ini sering muncul, tentang mengapa ada teman-teman yang setelah menikah seolah tak terdeteksi lagi geraknya. Rasanya, setiap orang memang perlu waktu untuk menemukan caranya sendiri menjalani fase ini.
Begitulah menariknya siklus kehidupan yang di rancang Tuhan, ya. Di tiap tahapannya kita menemukan sesuatu yang baru untuk me-restart kembali diri. Dari seorang anak, menikah, menjadi ibu, punya cucu, cicit. Semuanya mengharuskan kita untuk beradaptasi, belajar lagi, menemukan kembali, menikmati rasa-rasa yang hanya bisa di dapatkan di tiap episode perannya. Kemudian kembali menumbuhkan syukur, memunculkan takjub dan lagi, menemukan fitrah diri.
So, well come to the Gank!
Apa bedanya aku setelah menikah?
Banyak 🤫 Sebanyak preasur baru yang kemudian hadir, punya anak, rumah, kendaraan, tujuan hidup yang direvitalisasi, batasan-batasan baru, aturan dan prinsip yang harus di bangun, tuntutan, tanggung jawab, dan sebagainya lainnya. Di awal-awal malah secara emosional juga merasa tidak stabil. Mungkin sebagai bentuk respons dari sinkronisasi antara jiwa, raga, pikiran, hati dengan kondisi baru, entahlah 🤣
Banyak hal berubah. Tentu harus, karena berubah dan bertumbuh adalah hakikatnya kehidupan. Kalau dulu semua hanya tentang diri secara pribadi, saat ini ada marwah suami yang harus dijaga pula. Kemana-mana sudah membawa nama keluarga sendiri, bukan lagi di bawah naungan orang tua. Seperti dalam kegiatan rewang (kegiatan bergotong royong membantu tuan rumah yang akan melakukan hajatan dalam budaya suku Gayo) yang saat ini jadi sering kuhadiri.
Ini menarik, seba dulu, jangankan untuk pergi, hadir di hari H acara keluarga saja aku sangat pemilih. Kalau bukan keluarga inti, pasti semua undangan hanya akan diwakilkan oleh ayah dan mamak. Sekarang jelas berbeda. Akulah yang menjadi penangku nama keluargaku, bersama suami. Setelah di jalani, ternyata kegiatan ini juga seru. Berkumpul, bercerita ala ibu-ibu yang obrolannya bisa menjelajahi seisi dunia, mengenal dan menelususi silsilah keluargaku sendiri maupun suami, semua terjadi secara alami di sana. Dan itu benar-benar sesuatu untukku yang dasarnya tak begitu menaruh perhatian untuk urusan ini.
Adapula hal-hal yang harus dikorbankan, selaras dengan tuntutan yang juga dianggap perlu. Untuk aku sendiri, kadang juga merasa saat ini sedikit membatasi ruang gerak dan aktivitas. Bukan karena larangan, tapi lebih kepada rasa hormat diri pada tanggung jawab yang dijalankan. Sampai waktu dimana semuanya menjadi lebih stabil dan perubahan lainnya harus kembali dilakukan. Seberapa lama? Jangan lama-lama 😁
Ada banyak pemikiran pula yang mungkin, dulu kusimpulkan berdasarkan ego. Hari ini mulai terelai dengan pemahaman dan ilmu. Bagaimana seorang istri bukan sekadar tunduk pada suami tapi melaksanakan taat sebagaimana perintahNya. Kenapa pula harus terdengar ego dalam membagi peran kegiatan kerumahtanggaan jika ternyawa dengan saling memahami dan kasih sayang semua bisa dilakukan bersama. taat dan tunduk sebagai dua kata yang begitu dekat di telinga tapi kadang jauh dari paham. Berbagai ketakutan-ketakutan lain yang dulu kerap membayangi, setelah di jalani, nyatanya tak semenakutkan itu.
Oh, ini rasanya bisa gandeng suami kemana-mana 😉
Seperti itu, toh ternyata bedanya laki-laki dan perempuan 😶🌫️
Wah, ternyata begini punya mertua dan ipar 🤩
Kemudian berlalu, digantikan hal-hal lainnya.
Jadi bagaimana kehidupan sebagai seorang istri?
Harus di coba, pengalaman kehidupan yang luar biasa. Menemukan rasa-rasa baru yang masih sulit di jabarkan dalam kata. Cerita yang layak di perjuangkan, terutama untuk kamu yang masih nyaman dalam selimut ketidakrelaan melepaskan kesenangan diri. Ada berjuta kisah-kisah baru yang menanti di buka dalam kehidupan ini. Tentu hanya yang berani yang layak mendapatkanya.
Ah, maaf kalau jadi mengintimidasi akhir tulisan ini 🙃 Kalau katanya para senior kerumahtanggaan mah pasti ini masih bucin-bucinnya. Masih indah-indah aja yang dilihat dan dirasakan. Ndak apalah pokoknya berbagi dulu, mana tahu ada manfaatnya.
Salam sayang juga untuk kamu yang berada dalam penantian. Sabar ya, InsyaAllah sebentar lagi 🤗
Harus dicoba,
ReplyDeleteH A R U S 😉
Delete