Jauhi Stres dengan Stoikisme
Halo teman-teman semuanya. Bagaimana kabar kamu hari ini? Semoga dalam keadaan sehat dan berbahagia, ya 🤗
Setiap dari kita pasti menginginkan kehidupan yang berkualitas, ya, kan? Bangun pagi dengan semangat menjalani hari, melakukan rutinitas seperti biasanya, makan makanan sehat dan menyempatkan diri berolahraga, belajar hal-hal baru juga berinteraksi dengan orang lain. Asupan aktivitas positif dalam keseharian kita tentu sangat berperan untuk menangkal energi negatif masuk dan mempengaruhi tubuh.
Tapi kenyataannya, ya, kita tidak bisa pungkiri bahwa kadang ada saja hal-hal yang tidak kita inginkan malah datang tanpa diundang. Bikin mood kacau bahkan serasa merusak hari. Entah berita tentang perang di belahan dunia sana, harga minyak yang melonjak naik, sampai kadang omongan tetangga yang katanya punya hati tapi tak hati-hati, eh, berisik.
Gak semua dari kita punya kemampuan untuk kemudian menjadi 'bodo amat' sama keadaan atau omongan orang. Banyak juga yang walau di depan tersenyum, tapi dalam hati ngenes. Parahnya, bahkan ada yang bisa sampai overthingking mikirin penilaian orang atas dirinya sampai mengganggu aktivitas diri. Sadar gak sih, kalau semakin banyak belakangan ini kasus kesehatan mental yang terbuka di publik, juga secara tidak langsung malah bikin kita worry. Stres dan depresi jadi masalah serius banyak orang.
Kondisi ini harus kita hentikan, putuskan rantai masalah mental health mulai dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan. Mengutip dari postingannya @Silmyrisman
"kita harus menjadi lebih awas dan memberikan dukungan pada orang-orang disekitar kita. Cek on your friends, yang paling penting, cek diri kita sendiri juga. Jaga kebutuhan diri, Penuhi kebutuhan diri, dan minta tolong jika perlu!" Setuju sekali.
Kalau kita coba gali akar permasalahannya, sebenarnya kenapa, ya, persoalan mental health ini bisa terjadi? Tentu banyak faktornya, termasuk ketahanan secara pribadi yang nyata berbeda antara satu sama lain orang. Kapasitas ilmu, lingkungan tumbuh, asupan informasi yang diserap dan banyak faktor X lainnya.
Ada satu filosofi kehidupan yang rasanya relate sebagai solusi dari banyak masalah kehidupan manusia, Stoikisme. Filosofi ini menerangkan bahwa kehidupan itu netral. Sehingga yang menentukan baik/ buruk sesuatu hanyalah pikiran manusia itu sendiri.
Pengajaran filosofi ini menitikberatkan kebahagiaan hidup dengan menghindari kejenuhan pikiran dan stres. Nah, kesemuanya hanya dapat diraih dengan berfokus pada apa yang bisa kita kendalikan, bukan pada sesuatu yang tidak bisa dikendalikan.
Hati, pikiran dan respons terhadap suatu kondisi adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan. Sedangkan kondisi atau masalah yang datang, tentu berada di luar kendali kita. Maka jangan salah menumpahkan energi pada masalah yang, toh sudah terjadi. Akan lebih bijak jika energi diri disalurkan pada penerimaan diri, pikiran positif bahwa selalu ada hikmah yang bisa diambil. Dan memunculkan respons yang baik sebagai tindakan dari masalah yang terjadi.
Ini juga setali dengan istilah Amour Fati, mencintai takdir. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain berbesar hati menerima takdir. Tentu tidak sama pula dengan pasrah dalam konteks negatif, ya. Analoginya begini, semisal kita sedang berjalan, kemudian ketimpuk buah jambu yang jatuh dari batang. Kepala benjol, sudah terjadi. Nyata nyut-nyutannya, sudah diterima. Mau marah juga tidak akan mampu menghilangkan rasa sakitnya. Terima saja, memang sudah takdirnya hari ini ketimpuk jambu. Mana jambunya sudah ranum lagi, mungkin memang rezekinya makan jambu dengan kondisi kepala nyeri ðŸ¤
Penerimaan takdir ini sebenarnya akan menjadi berat ketika kita meletakkan ekspektasi terlalu tinggi. Senantiasa melakukan yang terbaik dan bersiap menerima kondisi terburuk. Itu penting, jangan malah terbang dibawa ekspektasi, ketika dijatuhkan oleh keadaan pasti sakit sekali. Sebab baik dan buruk suatu kondisi tidak pernah ada ukuran bakunya!
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui," (QS Al-Baqarah: 216)
Tuh, kan. Serupa dengan Stoikisme tadi, setiap kondisi pada dasarnya, ya Netral. Hanya pikiran kita yang mendayungnya pada sesuatu yang dianggap baik atau buruk.
Mulai sekarang, jangan lagi, ya, memaksakan diri mengubah takdir dengan mengumpulkan energi negatif di kepala. Nanti malam overthingking dan jadi penyakit. Jalani saja hidup saat ini dengan penuh khidmat dan rasa syukur. Tidak perlu sesali berlebihan masa lalu, atau khawatir sampai bikin stres mikirin masa depan. Sayangi diri kamu sendiri, sayangi juga teman-teman dan orang sekitar kamu. Saling berbagi energi positif dan jadi pengingat satu sama lain.
Hidup memang, tempatnya bersusah dan berletih. Masalah akan selalu ada selama nyawa melekat pada jasad. Jangan mau diketawain kehidupan, kita yang harus menertawakan kehidupan. Sebab punya Tuhan yang Mahakuasa atas segala hal.
Ayo, yang sedang penat dan lelah. Ambil waktu sebentar untuk jeda, minum air hangat, atur napas kamu dengan baik, pejamkan mata, dan, peluk diri kamu sendiri.
"Terimakasih, ya, sudah berjuang sejauh ini. Terimakasih sudah selalu ada dan menjadi kuat. Kita harus terus saling menguatkan sampai akhir."



Comments
Post a Comment