Merasa Menang
'Saat melepaskan, bukan berarti pula, kita tidak butuh waktu untuk menyembuhkan'.
Pesan pertama yang masuk pagi ini ke ponselku. Drama apalagi ini, pikirku sambil terkekeh. Senang sekali dia merangkum kata menjadi kalimat penuh makna. Pun aku suka sekali membacanya, menyimak, bahkan kadang menuliskannya kembali. Sering, sambil menunggu pesanan batagor, atau berlari di lapangan, cepat dia mengabadikan momen. Dan hal paling sakral yang kemudian dilakukannya adalah, memilih kalimat yang tepat. Bisa begitu lama kalimat dirangkai, dihapus, terus tulis lagi dan hapus. Sampai tersimpul senyum di wajahnya, sejurus kemudian menekan tombol kirim dan baru melanjutkan kembali aktivitasnya. Itu lamanya bisa sampai aku menghabiskan seporsi batagor pesananku atau sudah keliling satu putaran lapangan. Selalu begitu.
"Jadi momen apa yang buat kamu pagi-pagi ngirim kata-kata ini?" Tanyaku, membalas pesannya barusan. Bukannya menjawab, dia malah mengirimkan emoji kebanggaannya, senyuman puas dengan kacamata hitam. "Aku sedang menggambarkan suasana hatimu, sudah tepat kah?" Berasa jadi cenayang ini anak.
Semalaman dia bercerita panjang lebar, hal apa saja, tak ada batas, keluar dengan cepat dari bibirnya yang komat-kamit seakan tak pernah kehabisan kata. Aku hanya menjawabnya sesekali, melihat matanya sekali dua kali, kemudian memutuskan untuk tidur. Mungkin dia kesal, pikirku.
Tapi ya, sejujurnya aku memang senang sekali membaca kalimat penuh makna seperti ini. Kuikuti pula beberapa akun serupa di media sosial. Seringnya berisi kalimat yang menumbuhkan semangat atau sekedar pengingat diri atas hal-hal sederhana yang kadang sebab terlalu sedih atau bahagia kita tak mampu menyadarinya. Quote, kalau kata orang-orang. Pastilah cerdas mereka yang bisa melakukannya, perangkum rasa, mengurai makna. Untuk itu, perlulah rasanya berterimakasih pada kalian, orang-orang baik yang dengan segenap kebaikan itu berbagi rasa pada kondisi-kondisi yang nyata dialami dalam kehidupan ini.
Kadang, kita hanya perlu merasa tidak sendiri untuk menjadi kuat. Perlu merasa punya teman untuk merasa tidak ditinggalkan, atau terhempas dari putaran kehidupan. Walau bukan dengan bertemu dan bertukar peluk, sekarang kita tetap bisa saling bertukar energi positif bahkan di ruang dan waktu yang berbeda. Luar biasanya teknologi memberikan tempat untuk itu.
Urung kukirim balasan pesannya. Biarkan saja, mungkin begitu bahagia dia yang beranggapan berhasil menebak isi hatiku, sedang aku benar tak ingin berdebat. Pembicaraan pagi yang menggantung, dan kurasa kita bisa saling merasa menang.
Nice, keep writing
ReplyDeleteTerimakasih bang, 😎
Delete