Kematian, perpisahan yang dingin
Seperti biasa, aku berupaya untuk terus menyempatkan diri meninggalkan jejak digital di postingan teman-teman lama yang lewat di beranda medsos. Sekedar menyukai momen yang dibagikan, cukup kurasa untuk tetap menjalin silaturahim, sebab bertanya ini-itu sudah semakin sungkan.
'Dear Mal', postingan pertama kamu yang kubaca berkali-kali untuk memahami maksud tersirat dalam tulisan itu. Kamu menutup kolom komentar, jadi sulit untukku paham dengan baik kondisi yang terjadi. Aku hanya bisa berasumsi, sebuah asumsi yang menjurus pada wabah penyakit yang meresahkan kita semua saat ini. Semua akhirnya menjadi jelas dari berita duka yang sampai beberapa hari kemudian. Aku turut berdukacita untukmu.
Semakin intens kuikuti tiap postinganmu. Aku bisa melihat dengan jelas bahwa kamu perempuan yang kuat, kamu mampu melewati semua ini dengan begitu tegar.
"Terus aku gak ada dia, gimana? Dia gak ada, aku gimana?"
Air mataku tak terbendung membaca postinganmu hari ini. Kamu sangat minim menangis, bahkan tak terlihat, ungkapmu. Kamu yakinkan semua orang bahwa kamu sanggup mengantar ke peristirahatan terakhirnya, sebab kamu tak ingin melewatkan sedikitpun waktu tersisa di sampingnya, melihat dan menyentuhnya walau dibalik peti plastik.
"Aku tidak menangis bukan berarti tidak sedih, aku bahkan hancur rasanya di hari itu"
Tentu, kehilangan terberat adalah berpisah sebab kematian. Seberat apapun rindu, kamu tidak akan pernah bisa lagi berada di sampingnya. Tak mudah, sungguh, aku bisa merasakan kesedihan itu mendalam, bahkan dari kalimat yang kamu bagikan di postinganmu. Pasangan, teman hidup, belahan jiwa, atau apapun ungkapannya, kehilangan orang yang begitu dekat di hati tentunya menghancurkan hati itu sendiri. Kamu menerimanya, untuk kemudian berupaya menatanya kembali hati demi anak-anak. Iya, semua tak akan pernah sama, lagi.
Sebulan berlalu, kamu membagikan cerita tentang hari itu masih dalam duka yang sama. Hari dimana kamu bertemu dengannya setelah 14 hari berpisah, antara rumah dan rumah sakit. Pertemuan yang tak diharapkan adanya, sebab kamu begitu yakin bahwa semua akan berakhir dengan pelukan hangat, bukan perpisahan dingin bernama kematian.
Sel, Allah punya rencana istimewa untukmu. Lebih dari rencana kehidupan yang kalian coba rangkai bersama. Allah begitu sayang Dia, lebih dari begitu banyaknya cinta yang diberikan orang-orang terdekatnya, juga yang mampu kamu berikan. Tidak mudah memang menerima semua kenyataan ini, tapi kamu sudah buktikan bahwa itu bukan mustahil. Allah tak akan pernah berlepas diri dari hambanya yang berserah padaNya.
Dalam tiap cobaan yang berat, Allah juga titipkan bahu yang kuat.
Semoga pijakanmu semakin kuat untuk hari-hari berikutnya. Dua malaikat kecil yang Allah titipkan menyertai langkahmu adalah bagian dari hatimu, juga hatinya yang utuh dan nyata, yang masih mampu kau sentuh dan peluk. Selayaknya menjadi penghibur hati.
Salam sayang dariku yang jauh di sini untuk kamu dan anak-anak, Sel.



Able to be a part of best book in the future
ReplyDeleteDoa2 baik, baiknya di aamiin kan 😇
Delete