Sedikit, tentang Megang di rumah kami
Di keluarga kami, tidak ada ritual khusus, atau ritual adat yang dilakukan saat Megang. Megang selalu terasa spesial dari hari biasanya karena saat itu semua anggota keluarga bekerja bersama-sama. Semua, itu berarti juga Ayah.
Urusan Megang bagi kami adalah hari terlama berapa di dapur. Dulu, pagi sebelum berangkat ke pasar, kami biasanya sudah diingatkan untuk ikut membantu memasak, saya dan kedua adik perempuan. Kami diminta membereskan rumah yang ditinggal dengan lantai belum tersentuh sapu. Agar sepulangnya dari pasar, mamak tak perlu lagi mengurusi rumah dan bisa langsung memasak.
Masak besar, maka plastik-plastik belanjaan mamak pasti akan lebih banyak. Kanan dan kiri tangan mamak penuh plastik, ayah juga. Menuju dapur dan kami sudah dalam posisi siap di perintah. Oh, sudah begitu lama ternyata rutinitas yang dianggap biasa saja ini, kami jalani tanpa perlu lagi komando resmi. Sudah saling paham.
Ayah akan mengerjakan pekerjaan berat dari proses ini. Memotong daging, hingga proses pembersihan. Memarut kelapa, yang entah bagaimana tetap saja kurang hitungannya. Mamak memberi arahan, apa yang perlu dilakukan terlebih dahulu, kemudian, dan seterusnya. Tak usah coba-coba menyalip urutan yang sudah runut dikepala mamak, jika tidak mau terjadi debat kusir yang sudah dapat dipastikan siapa pemenangnya. Selalu ada tugas istimewa untuk si Bungsu, bagian belanja ini dan itu yang terlewat dibelanjakan tadi pagi. Ini juga misteri, karena akan selalu ada yang perlu kembali dibelanjakan.
Berkumpul bersama, berarti juga adalah quality time yang sempurna. Mamak, seperti biasa, mudah naik darahnya karena berbagai hal sepele. Maka akan jadi hiburan utama dalam momen ini. Kami akan selalu tersenyum, memberi kode satu sama lain mengatasi ini, tak perlu ditanggapi serius.
Dalam disituasi ini, bisanya akan ada kisah-kisah lalu yang dibicarakan. Tentang bagaimana dulu mamak atau ayah di waktu mudanya. Kali ini mamak yang menjadi pelakon. Kisahnya tentang Megang di tanah kelahiran ayah. Nun di negeri Lancang Kuning.
Bagaimana saat megang di rumah mertua, menyiapkan puasa di keluarga dengan budaya yang berbeda. Bagaimana menempatkan diri, bersikap dan bertindak sebagai orang yang datang, menantu. Tentu ada suka dan duka di sana. Tapi semua adalah bagian cerita yang dikenang dan bisa dibagi.
Selalu ada nasehat yang terselip di antara kisah. Dulu, aku tak pernah begitu tertarik mendengarkan. Tapi tahun-tahun terakhir ini, sepertinya mendengarkan terasa lebih berarti. Aku Ingin lebih banyak mendengarkan, bolehkah ceritakan lagi tentang kisah yang belum kudengar, Mak?



Comments
Post a Comment