A L A S A N
Jika punya kesempatan memilih, maka aku berharap menjadi tanah dari pada api. Tanah tak pernah punya daya seperti api dalam menghancurkan. Beberapa hari lalu, aku hampir membakar tangan seorang anak kecil yang bermain dengan korek. Sebelumnya aku berhasil membuat pemilik rumah di ujung lorong memaki karena kompornya meledup dan api melalap habis gorden di atasnya. Belum lagi kejadian-kejadian lain, seperti saat mereka yang semberono membuang puntung rokok dimusim kemarau. Maka hanguslah perbukitan di belakang desa. Ah, andai aku jadi tanah saja.
Aku selalu cemburu dengan tanah, yang selalu tenang dan memberi manfaat untuk orang lain. Darinya tumbuh subur buah-buahan yang menjadi sumber kehidupan orang-orang. Atau air, baiklah seperatinya jadi air juga tidak buruk. Dimana air mengalir, pasti selalu ada kehidupan di sana. Tidak-tidak, kadang air juga bisa membawa bencana. seperti banjir bah yang terjadi di desa sebelah minggu lalu. Rumah-rumah hanyut terbawa arus, tanaman pun rusak. Sepertinya Tanah juga pernah melakukan hal yang sama di tempat lainnya. Saat tanah longsor, tanah juga menjadi sebab hancurnya rumah-rumah. Beberapa orang malah tertimbun di dalamnya. Lamat aku berfikir, megapa semua ini malah menjadikan ku semakin bingung?
Dengan mengumpulkan keberanian aku memutuskan bernegosiasi dengan penjaga bumi untuk masalah ini. Bukannya membantu, penjaga malah tersenyum geli mendengar pengaduanku.
"kau tahu api, barusan tanah mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang engkau ajukan. Sebelumnya air, apakah besok angin yang akan datang?"
"kalian terlalu banyak mengeluh, pun ALASAN yang kalian beri tidak dapat aku terima. Setiap dari kalian memang diciptakan dari unsur yang berbeda, kalian punya fungsi dan peran yg berbeda pula. Menjadi sumber petaka atau kebahagiaan, kalian hanya bisa memberi pilahan dan manusia yang menentuka."
"Yang Maha Kuasa telah menggariskan kita semua dalam kodratnya masing-masing. Maka kita bertanggungjawab menjalankan tugas sebaik-baiknya. Tak peduli pandangan orang tentang baik atau buruknya kita, kita hanya punya tanggungjawab pada Nya"
"pulanglah, beristirahatlah. Besok, pagi-pagi sekali orang-orang kampung membutuhkanmu untuk mengepulkan dapur mereka"
Kemudian api pulang dengan hati yang kosong, tidak lagi penuh beban seperti sebelumnya. Tak sabar menanti pagi. Ada banya manfaat yang bisa ia bagi, pun mungkin akan banyak kerusakan yang di sebabkan olehnya. Toh hidup tetap harus berjalan sesuai dengan fungsinya, dalam kodratnya masing-masing.



Comments
Post a Comment