Duhai Hati
Duhai hati,
Yang mulai kusadari sejak
beberapa waktu ini terasa begitu tak menentu. Ada kegundahan yang entah dari
mana datannya. Ku coba bertanya pada bagian terdalam diri yang disebut hati,
dia pun tak mampu berikan jawaban pasti. Biarlah, mungkin ini hanya sekelumit
cerita karena teriknya matahari.
Namu, hari-hari berikutnya tak
juga membaik. Bahkan bergejolak, memuncak-meredam, dan terus seperti itu. Aku
mulai sadari bahwa ini bukan karena faktor yang ada diluar dari raga ini, tapi
sebaliknya.
Pertanyaan-pertanyaan yang
awalnya hanya celotehan belaka saat ini malah berbalik menjadi tuntutan pada
diri, “dimanakah pemilik hati ini???”
Aku seperti tersentak dari
rutinitas dan pencarianku selama ini, saat hati mulai menunjukkan egonya.
Menuntut haknya.
Selama ini apa yang kucari
hanyalah untuk ayah dan ibuku, untuk adik-adik kecilku dan sebagian besarnya
untuk kepuasan pribadiku. Tak pernah terfikirkan untuk berbagi atau membagi
tanggungjawab, beban dan kebahagian ini bersama orang lain, seutuhnya.
Aku memiliki banyak teman yang
sangat baik, yang setia menemaniku disetiap langkah. Tapi teman tetaplah teman,
dan ternyata hati menginginkan hal lainnya. Sesuatu yang lebih rumit dari yang
pernah ku pahami.
Langkah yang ada dihadapan ku
mungkin akan menjadi sedikit, atau bahkan sangat berbeda setelah ini. Tentang
sebuah tuntutan baru yang ku coba untuk bisa menyelesaikannya. Perkara hati
yang rumit, karena hati adalah sesuatu yang berbeda. Dia tak mudah dipahami,
sulit dikendalikan, tak terduga, akankah menjadi sesulit menemukan jawaban atas
pintanya???
Entahlah, aku hanya akan berusaha
untunya. . . .
LSM; 14 Oktober 2015
(1 Muharram 1437; saat hikmah Hijrah menggelora di tahun baru
islam ini, aku telah berada di tempat HIJRAH ku. Untuk mencari dan memhami arti
hidup lebih baik, untuk menemukan pencarianku. Semoga Tuhan meridhoi. Amien)


Comments
Post a Comment