Kau yang Lebih Pantas

Langkahnya gontai di bibir trotoar yang beku
Hiruk pikuk jalan dengan rayapan kendaraan sama sekali tak mengusiknya
Sederetasn palem berlalu seolah pastikan tiap pijakan itu,
Penuh keluh, kaku dan menyedihkan. . . .

Mengapa harus ada tatapan seperti itu
Seolah inginkan tumbal nurani
Dia mencibirku, mencibir dengan begitu halus
Membuatku tak berkutik untuk itu

Derap langkahnya semakin mendekat
Begitu dekat bahkan
Hingga mengerenyutkan batin ini
Memperjelas segala asa yang ingin ia tampikkan pada ku

Maaf,
Apakah kata maaf mampu gantikannya??
Ku pastikan tidak
Dan semua itu semakin membuat ku bimbang

Hingga sebuah kalimat akhirnya dia muntahkan padaku
”kasihanilah,
Sejak semalam saya belum makan......”

Ku relakan uang sepuluh ribuan
Yang sedari tadi membuatku bingung untuk memilih makan apa
Dan ku pikir,
Dia memang lebih pantas atasnya. . . . 

Comments

Popular Posts