Goresan Langit Karya Ku

Kuhelakan nafas panjangku……
Setela sekian lama aku meninggalkan tempat ini, ada berbagai rasa yang sulit untuk kuungkapkan. Kunikmati suara riak air yang mengoda bibir danau, bersama hembusan angin senja yang miris, menerpa kesunyian tempat ini. Seperti biasa selalu aku yang datang lebih dulu…..

Kutanggalkan sepatu kets yang melekat di kakiku, menerpakannya diatas buih-buih air yang tercipta sesaat pertemuanya bersama bebatuan itu. Berjalan mengikuti likuk bibir danau yang berujung dikarang ini. Sebuah ayunan kecil bergantung didindingnya, sebelah talinya putus.Sepertinya sudah tidak terpakai cukup lama, banyak lumut menghiasi  permukaan kayu ayunan itu. Di sudut karang ada perahu kayu mertengger seakan meminta perlindungan dari deburan riak. Semak disekitarnya juga mulai semakin tinggi, menyakinkan bahwa jarang ada orang yang datang ketempat ini, atau bahkan tak ada. Terserah, aku sama sekali tak peduli dengan itu semua….

 Ku pererat ikatan sweaterku, menantang angin yang terasa semakin kencang. Seharusnya ada sebuah rumah pohon disana. Disebelah kanan ayunan ini. Tapi tak terlihat seperti rumah pohon lagi. Kayu-kayunya berserakan
dibawah pohon itu, lusuh, rapuh. namun ada yang tetap menarik dari tempat itu
Pohon jambu itu, yea…. Pohon itu sedang musim buah. Ada banyak buah jambu biji yang ranum diatas. Biasanya, kalau sudah seperti ini pasti Dani yang bakal memanjat buat kita. Aku selalu dapat bagian paling menguntungkan, jambu paling banyak dengan buah yang paling masak. Sedangkan Nadil, dia Cuma dapat apa yang diberikan Dani. Adil takut ketinggian, jadi dia tidak akan mau memanjat. Tapi terbalik halnya kalau mereka beradu memancing. Pasti Adil yang akan bawa ikan paling banyak. Aku selalu tahu kalau Dani paling tidak sabaran melakukan hal-hal seperti itu, karena itu dia akan  mendekati aku untuk minta bagian dari hasil tangkapan Adil. Aku. Aku hanya menjadi penonton terbaik mereka, dengan imbalan hasil yang selalu memuaskan…. Lucu, lucu sekali.

Semua cerita itu nayis membuat air mata ini jatuh, mataku berkaca-kaca, perih. Aku sedang tidak ingin menangis, setidaknya tidak untuk sebuah kesedihan. Kulirik jam tangan ku, sudah hampir 2 jam aku disini, tapi belum ada yang datang. Biarlah mungkin sebentar lagi.
Kubuka ransel yang dari tadi setia memuat barang-barangku. Kuhidupkan i-pod sony itu, seperti biasa alunan lagu Sheila on7 selalu jadi pilihan pavoritku, lagu yang juga pasti akan mereka rindukan. Kulirik kembali isi ransel. Sebuah ijazah pasca sarjana S-1 atas nama Nadine valerina putri  terkait didalamya, ada juga sebuah foto album mini di situ. Beberapa buku, majalah, dan diary, disampingnya juga ada beberapa souvenir yang sengaja aku belikan untuk Dani dan Adil. Kukeluarkan foto album dan diary itu. Semua kenangan dan cerita dalam hidupku ada disni. Kubuka lembaran demi lembarannya….


^^^
13 Februari 2000
Itu sebuah tanggal yang takkan pernah kulupakan.

Langit sore senja itu berwarna oranye cerah, menantang kerapuhan di hatiku. Aku duduk tersimpuh diatas perahu, bertekuk lutut dengan cengkraman lengan yang semakin kuat. Nafasku tersenggal-senggal, mataku perih menahan air mata, hembusan angin lembut itu pun terasa begitu menghujam batinku.
Besok, aku tepat berusia 18 tahun. Seperti biasa hari valentine dalam hidupku adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Seperti halnya arti valentine itu sendiri, “kasih sayang”. Dihari itu, aku bakal dapat hadiah spesial dari orang-orang terdekat aku. Ayah, ibu, kakak, dan teman2. Terlebih lagi tahun ini aku akan masuk kuliah tahun pertama dan Ayah sudah menjajikan universitas yang bagus buat aku.

^^^
Siang itu, senyum bahagia tersungging di wajahku. Aku baru saja pulang dari sekolahan, ditanganku terselip sebuah map berwarna biru. Map hasil ujian akhirku. Aku udah bisa bayangkan bagaimana senangnya ayah dan ibu, dengan nilai-nilaiku ini. Suasana siang itu tak terasa begitu berbeda dengan siang-siang sebelumnya. Tapi entah mengapa keringat dingin terus menetes dikeningku. Ada rasa yang tak begitu enak dihatiku, entahlah, mungkin karena gugup. Kupercepat langkah kakiku. Berharap lebih cepat sampaikan berita gembira ini…….

Langkah kakiku terhenti tepat beberapa meter didepan rumah. Yea, ini rumahku. Apa yang terjadi? Banyak perabotan berserakan diluar rumah, sepertinya ada yang ingin pindah. Kembali kuperhatikan dengan seksama rumah itu. Ini rumahku??? Lamunanku terpecah ketika orang-orang itu mengangkat seorang wanita paruh baya itu keluar. Rumah sakit. Mereka bilang mereka akan membawanya kesana. Entahlah, aku pangling. Aku ikut masuk kedalam mobil itu, mengantarkan wanita yang ada dihadapanku kerumah sakit. Nafasnya sesak, bibirnya tertarik menjorok kesebelah kanan, tangan kanannya juga menekuk kaku. Menurut perkiraanku wanita ini pasti terkena stroke. Entah mengapa air mataku jatuh tanpa dikomandoi. Mata wanita itu menatap tajam kearahku, menyelami setiap sudut hatiku. Kutarik nafas panjangku. Aku tetap diam terpaku disitu.
“ale……. Bagaima nilaimu?”
Suara itu sama sekali tak terdengar jelas ditelinga. Tapi cukup jelas bagiku. Cukup untuk bangunkanku dari semua lamunan ini. Kutunjukkan map biru yang dari tadi berada ditangan ku. Map itu sedikit basah, mungkin kena air mataku.
“ibu tahu, kamu akan selalu buat ibu bangga kan…..”
Aku sama sekali tak melihat luka dimatanya. Dia tetap seperti ibu yang selalu kukenal. Memberikan senyuman manis itu untuk setiap kemenanganku. Tapi itu sangat menyakitkan bagiku saat ini. Kupererat genggaman tanganku, merebahkan badanku di dadanya. Seolah ingin mentransfer energiku untuknya. Denyut nadinya melemah, aku semakin takut. Kulirik suster disebelahku. Berusaha yakinkanku kalau takkan terjadi apa-apa padanya. Entahlah, hanya tatapan kosong yang diberikannya padaku.
“ale, ibu sayang sekali sama ale. Ale sayang ibu kan?”
Kurasa itu bukan sebuah pertanyaan yang harus aku jawab saat ini.
“kalau ale sayang ibu, ale harus tetap tersenyum. Ibu gak mau liat ale nangis. Ale selalu bilangkan kalau ale itu kuat, ale sama kuatnya dengan anak laki-laki.  Ibu percaya kok sama ale. Dan ale harus janji sama ibuk, buat tetap tersenyum….”
Kupaksakan sebuah senyuman termanis yang aku punya saat itu. Seiring dengan helaan nafas panjangnnya. Nafas terakhir ibu.....

^^^
14 februari 2000
Ini hari terakhirku disni, sebentar lagi aku akan pergi. Semua terasa begitu berat. Semalam beberapa kali ayah memaksaku untuk tetap disni. tidak. Ini udah keputusanku, aku udah janji dengan ibu kalu aku pasti bakal berhasil. Aku sadar semuanya gak seperit dulu lagi. Sekarang ayah Cuma seorang buruh kopi di sebuah pabrik kopi milik temannya. Semua harta benda, mulai dari toko, kebun, sepeda motor, mobil dan segalanya dilelang untuk menutupi hutang.

Aku masih tertidur di atas perahu itu ketika sinar matahari mulai memancarkan sinarnya memaksa membangunkanku. Hari ulang tahunku. Tak penting lagi. Ada selimut dibadanku, itu pasti Dani. Semua badanku sakit, yea ini bukan tempat yang cukup nyaman untuk tidur.
Perusahaan ayah bangkrut, adik ipar ayah sendiri yang melakukannya. Sesuatu yang benar-benar tidak bisa aku cerna.
Semua barang-barangku sudah aku packing tadi malam. Ayah pasti sudah berangkat kerja. Kuselipkan sebuah surat izin diatas meja makan. Aku tahu, terasa begitu berat segalanya. Terserah.Tapi…..
Kuangkat ranselku, dan mulai berjalan dengan irama hati yang tak terlalu cerah, kuharap cukup untuk menuntunku. . . .

^ ^ ^
Berjuang dengan apa yang aku punya. Mimpi dan semangatlah moda ku bertahan. Bersama beban berupa harapan besar orang-orang yang aku sayang.  Aku putuskan tetap meneruskan mimpiku di tempat itu. Semuanya telah berlalu, berlalu dengan berbagai cerita didalamnya. Setahun setelah kepergian ibu, ayah menyusulnya. Kecelakaan. Cukup jelas. Semua kehidupkanku berbalik 180
Terakhir aku dengar Adil telah menyelesaikan S1 pertaiannya di Bandung. Dan kembali untuk mengembangkan budidaya kopi di kampung. Sedangkan Dian kulyah di jepang-teknik industri. Selama ini, Kita putuskan untuk hanya berkomunikasi via e-mail. Karena aku tak inginkan perasaan menghalangi mimpi kami.

Sekarang adalah waktunya. Waktu untuk muntahkan segala hasil mimpi-mimpi yang kami punya. 14 Februari, setelah lima tahun semuanya berlalu. Aku begitu merindukannya. Merindukan hangat peluk dan tawa bersama mereka.
Alunan lagu ulang tahun memecah keheningan. Adil dan Dian. Mereka selalu berhasil membuat kejutan untukku. aku tak harapkan semua itu. Hanya ingin kembalikan waktu bersama kami yang telah dimakan waktu. Dian tetap gokil seperti dulu, melumuri wajahku dengan kue tart. Adil hanya tertawa, dan biarkan kehengingan melepas aair mata diwajah ini. Aku begitu terharu, bahagia tepatnya. Rangkulan tangan mereka semakin yakinkan kebahagian diantara kami.
di sana. Aku rasa itu sebuah kesempatan besar yang takkanku sia kan. Adil telah mempunyai Perusahaan kopi sekarang. Dan memperkenalkanku seorang perempuan cantik asal Bandung. Begitu cantik dan serasi kurasa. Dian juga telah menyelesaikan S1 nya, dan sekarang telah bekerja di sebuah perusahaan  internasional. Aku juga tak mau kalah. Memerkan ijazah ku. sepertinya aku akan lebih lama diluar negri. Universitasku membukakan jalan untuk program beasiswa S2 dan kontrak kerja.
Kau tahu, tekanan keadaan memaksa kami untuk bermimpi lebih tinggi. Menaklukan tantangan-tantangan hidup tuk patahkan asa ketidak mungkinan. Aku telah buktikan, dan 2 orang dihadapanku ini juga.
Setelah dihempaskan oleh waktu, semangat dan keyakinan lah yang melambungkan kami.


^ ^ ^
Adil, akan segera menikah dalam waktu dekat ini, sedih namun bahagia mendengarnya. Sedangkan Dian, memutuskan untuk bekerja di Jakarta. Aku sendiri akan meneruskan kuliah ku. aku masi cemburu pada waktu. Karena tak relakan kebersamaan kami seperti dulu. Tak apa. Aku bangga pada mereka berdua. Pada dua orang kakakku yang terus menyakinkan ku atas kekuatan sebuah impi.
Meski kami tak bisa ramaikan danau ini setiap hari lagi. Namun tempat ini adalah saksi untuk semua yang telah terlewati. Tawa, tangis dan mimpi yang terbalas. Doa kami untuk kedua orang tua yang tak mampu kami bahagiakan lagi sekarang. Namum Ku pastikan doa tulusku akan selalu tercurahkan padamu.
Terimakasih tuhan, kau telah berikan kesempatan untuk kami menjalankan hidup ini. Menggoreskan cerita kami pada langit. Dan tunjukkan pada dunia, betapa besar kuasa Mu. . . .

Comments

Popular Posts