T U h A N

Tuhan.  Tuhan, apa semua ini . . . .
mengapa hanya mendung yang kau bagi pada ku. hingga sulit rasanya berbagi cahaya untuk relung beku ini. tak mampu lagi rasanya ku manfaatkan kesempurnaan yang kau titipkan. impuls-implus saraf yang melemah. sulit untu beroprasi secara normal. kaku, lunglai di temani waktu. 

Sudut berdebu, tak berarti. ruang ku yang harus terasa nyaman. kebencian yang semakin mendalam, atas kebahagiaan yang menatap ku sinis. tak pantas. caci maki untuk benda-benda hidup menyedihkan disana. yang mati hati dan pikirannya untuk melihat sesama. semakin angkuh, memoleskan wajah menutup kecompangannya. MUNAFIK. . . .

Pemanfaatan. hidup hanyalah sebuah pemanfaatan dan di manfaatkan dalam siklus rimba yang pelik. begitulah hubungan yang terbangun antara kau dan aku. tak tersadari? bodoh. begitu bodohnya diriku. lensa yang ku gunakan ternyata tak mampu hasilkan perpektif yang jelas atas lingkup ini. tak mampu baca apa yang tersembunyi dalam hati, tertutup senyum dan tutur molek. 

hahaha,
tertawa di atas deraian air mata yang menghujam sanubari. aku telah jatuh. jatuh dalam lingkaran hitam yang begitu menarik. memainkan akal dan nurani untuk memilah kodrat dan perasaan. menggoyahkan hati. "kau telah terjebak. tak perlu bingung. ikutlah berpesta . . . . ."
biasnya gemakan kalimat serupa. 

Sedih ku, sebuah kesedihan. perih. begitu bodoh rasanya bila tempatkan boneka baru untuk gantikan posisi ini, tumbal. mampu menertawakan kebodohan diri pada cermin yang terpantul pada diri yang lain. tidak, aku tak mampu. 

Tuhan. berikan kesempatan pada hati untuk mengartikan aksara ni. membasuh kerapuhan lewat belaian embun nan lembut. gantikan kepedihan dan kebodohan untuk sebuah bayaran yang mampu bungkam mulut-mulut kotor mereka.

Aku butuh bantuanmu tuhan, aku yakini sesuatu yang besar dari hal kecil ini. 
Sebuah kesempatan dalam waktu dan hal yang kau rencanakan, pada Waktunya . . . ."

Comments

Popular Posts